Seiring dengan tingginya tingkat
konsumsi dan ketergantungan akan beras sebagai bahan pangan pokok di
masyarakat, pencarian alternatif bahan pangan lain selain beras yang memiliki
asupan gizi setara dan seimbang menjadi semakin diperlukan. Tidak terkendalinya harga pangan
lokal dan membanjirnya pangan impor menimbulkan permasalahan sosial sendiri
bagi ketahanan pangan nasional. Sebagai negara agraria Indonesia seharusnya
memiliki kemampuan pertahanan pangan yang baik. Namun, hal itu sirna sejak Orde
Baru melakukan penyeragaman pangan nasional. Kemudian
berimbas pada Hampir
punahnya kearifan lokal pangan nasional tidak terlepas dari peran pemerintah
Orde Baru. Penyeragaman pangan menjadi program nasional yang diterapkan
diseluruh wilayah nusantara. Hal ini berdampak pada perubahan pola konsumsi
masyarakat Indonesia. Akibatnya, keterbiasaan mengonsumsi aneka pangan seperti
singkong, jagung, sagu, ubi jalar, dan talas, hilang yang kemudian digantikan
oleh beras sebagai bahan pangan utama. Ketergantungan pangan pada satu jenis
(homogeny) dan membanjirnya pangan impor menjadikan Indonesia tamu di negeri
sendiri.
Hal ini seolah menjadi kebiasaan masyarakat
yang sudah tertanam sejak puluhan tahun. Akibatnya kegagalan panen akibat
perubahan iklim menjadikan krisis pangan kian nyata. Maka, penguatan kearifan
lokal pangan nasional menjadi penting ditengah ketidakstabilan harga pangan
lokal.
Untuk mensosialisasikan hal
tersebut, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Kamis (19 September 2013) pagi,
menyelenggarakan Diskusi Percepatan Diversifikasi Pangan Melalui Strategi
Ganda: Peningkatan Konsumsi dan Penguatan Bisnis Kuliner Pangan Lokal.
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Kementrian Pertanian RI, Achmad Suryana, saat menjadi pembicara dalam diskusi
tersebut menjelaskan, untuk mengurangi ketergantungan masyarakat indonesia
terhadap konsumsi beras, serta untuk mengantisipasi semakin berkurangnya lahan
pertanian, maka setiap pemerintah daerah perlu menggalakan diversifikasi atau
penganekaragaman jenis pangan. Selain mengurangi ketergantungan akan beras,
diversifikasi pangan seperti olahan dari sagu, singkong dan jagung juga dapat
meningkatkan perekonomian bagi masyarakat lokal.
Kita
harus optimis gerakan
diversifikasi pangan di Indonesia mampu berjalan dengan baik, karena tidak
semua daerah di wilayah Indonesia cocok untuk ditanami padi. Untuk itu pihaknya
menghimbau agar pemerintah daerah turut serta dalam mensosialisasikan program
tersebut kepada masyarakat.
Kejadian melambungnya harga daging sapi dan bawang menunjukkan ketahanan pangan
nasional sangat rentan. Padahal dengan segala kekayaan alam yang miliki
Indonesia seharusnya mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Untuk itu,
pemerintah perlu membuat kebijakan strategis nasional untuk mengamankan pasokan
pangan nasional. Penguatan pangan berbasis kearifan lokal perlu menjadi program
nasional dengan mengedepankan pada diversifkasi pangan. Konsep diversifikasi
pangan bukan merupakan hal yang baru, namun perlu kembali dibudayakan untuk
mengantisipasi gejolak harga dan ketergantungan pada pangan impor.
Williem, L., dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola SpesialisasiPerdagangan Indonesia dengan Jepang dan Cina, menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki keunggulan komparatif terhadap Jepang dan Cina masih berbasis
bahan-bahan mentah dan berbasis sumber daya alam. Artinya, Indonesia masih
memiliki potensi untuk mengembangkan ketahanan pangan nasional berbasis
kearifan lokal. Untuk mengembalikan kejayaan pangan nasional pemerintah perlu
berbenah diri dengan kembali melakukan penganekaragaman pangan. Diversifikasi
pangan nasional perlu segera dilakukan tanpa
mengabaikan program swasembada pangan.
Secara perlahan
masyarakat perlu Indonesia diajak kembali menerapkan pola pangan zaman
sebelum orde baru. Dimana masyarakat Sulawesi, Maluku, dan
Papua kembali mengandalkan sagu sebagai bahan makanan utama. Selain
itu, masyarakat Jawa dapatkembali mengonsumsi tanaman palawija,
seperti singkong, kentang, dan ubi. Hal yang sama perlu dilakukan
pada daerah lainnya, di mana keanekaragaman kebutuhan pangan menjadi
fokus utama. Dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada satu
jenis komoditas pertanian saja. Apalagi ketidaktentuan
cuaca karena perubahan iklim tidak jarang memicu terjadinya gagal
panen. Selain itu, langkah ini merupakan salah satu cara meredam ketergantungan
Indonesia terhadap pangan impor.
Diversifikasi Pangan Berbasis
Kearifan Lokal
Diversifikasi pangan merupakan upaya mengembalikan kedaulatan pangan nasional.
Hal ini harus diiringi dengan pengembangan berbasis kearifan lokal. Artinya,
pola diversifikasi pangan harus mengacu pada penggunaan bahan baku dalam negeri
seperti bibit, pupuk, dan pembasmi hama. Tujuannya, untuk mengurangi
ketergantungan pangan terhadap impor. Maka, penelitian dan pengembangan bahan
baku dan produk pertanian harus menjadi satu kesatuan rantai pangan sehingga
mampu meningkatkan kemandirian berbasis kearifan lokal.
Meskipun diversifikasi pangan bukan
merupakan program baru, program ini merupakan langkah jitu untuk meredam
gejolak pangan dunia dan nasional ditengah ancaman perubahan iklim. Selain itu,
diversifikasi pangan menjadi cara mengembangkan kearifan lokal melalui
pengoptimalan sumber daya yang ada. Tidak hanya itu Rao et al (2004)
mengatakan bahwa diversifikasi usaha pertanian dapat sebagai strategi
pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja, konservasi
lingkungan, dan meningkatkan pendapatan usaha tani.
Implementasi diversifikasi pangan
berbasis kearifan lokal memerlukan strategi dan komitmen yang kuat dari
pemerintah, petani, pengusaha, dan masyarakat. Keberhasilan program ini
memerlukan kerjasama dan koordinasi yang dikuat dari berbagai pemangku
kepentingan. Dimana pemerintah memegang peranan penting dalam membuat kebijakan
yang pro pertanian lokal. Artinya, sinkronisasi dan koordinasi kebijakan
menjadi hal yang penting agar tidak saling kontradiktif. Sedangkan, petani dan
pengusaha perlu mendukung pengembangan pertanian berbasis kearifan lokal.
Kecenderungan menggunakan produk impor perlu secara perlahan dikurangi.
Sebaliknya, perlu adanya sikap nasionalisme dalam melakukan pengembangan
pertanian. Dukungan masyarakat Indonesia menentukan keberhasilan pelaksanaan
diversifikasi pangan sebagai program nasionalisasi pertanian. Dengan membeli
dan mengonsumsi produk pertanian dalam negeri.
Keberhasilan pelaksanaan
diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal tidak hanya mampu meningkatkan
ketahanan pangan nasional. Namun, juga mampu mengembalikan kedaulatan Indonesia
sebagai negara agraria yang kuat dan mandiri. Selain itu, program diversifikasi
pangan dapat mengembalikan budaya pangan nasional yang beranekaragam dan rupa.
Dengan demikian, pelaksanaan program ini merupakan kunci keberhasilan Indonesia
dalam menciptakan kemandirian dan kebudayaan pangan nasional.
Tantangan Penganekaragaman Pangan
Belajar dari pengalaman sejarah pembangunan pertanian di Indonesia, pelaksanaan
program diversifikasi usahatani telah diperkenalkan sejak orde baru. Politik
kepentingan pemerintah yang lebih mengutamakan swasembada beras menyebabkan
pelaksanaan diversifikasi usahatani tidak berkelanjutan dan tanpa petunjuk yang
jelas. Akhirnya, pemerintah memprioritaskan produksi padi untuk
mencapai swasembada (Siregar dan Suryadi, 2006). Saat itu diversifikasi
usahatani seakan menjadi ancaman besar bagi program pemerintah ketika itu,
yaitu intensifikasi pertanian. Hal ini berakibat pada homogenitas konsumsi yang
menitikberatkan pada satu atau beberapa komoditas pertanian saja.
Beralih
ke masa reformasi yang telah berlangsung selama 14 tahun juga belum mampu
mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara agraria. Melonjaknya harga
daging sapi, bawang merah dan putih, kedelai, dan cabai. Menunjukkan bahwa
selama orde reformasi sistem pembangunan pertanian di Indonesia jauh dari
harapan. Permasalahan koordinasi dan komitmen dalam memajukan pertanian
domestik jauh dari kata sempurna. Bahkan ada kecenderungan berjalan
sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas untuk setiap lini pemangku
kebijakan di sektor pertanian.
Selain itu, terdapat tantangan
teknis dalam pelaksanaan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal di
lapangan. Menurut Pingali (2004) terdapat empat faktor yang
menjadi kendala pengembangan diversifikasi tanaman pangan. Pertama, sifat
petani yang cenderung menghindar dari risiko (risk aversion). Kedua, adanya
masalah kesesuaian dan hak atas lahan, maksudnya tidak semua lahan pertanian
cocok untuk mengembangkan diversifikasi usahatani. Ketiga, infrastruktur
irigasi yang tidak sesuai dengan sehingga menghambat terjadinya diversifikasi
usahatani. Keempat, ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar menjadi
kendala bagi penerapan diversifikasi usahatani. Pasalnya, kebutuhan tenaga
kerja dalam penerapan pola diversifikasi membutuhkan tenaga kerja yang lebih
besar. Meskipun, di sisi lain penyerapan tenaga kerja mampu menekan
angka pengangguran dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Gerakan Penganekaragaman Pangan
Nasional
Gerakan Nasional Penganekaragaman Pangan (GNPP) bisa menjadi solusi di tengah
homogenitas pangan. Artinya, gerakan ini merupakan suatu cara penyadaran kepada
semua pihak akan pentingnya diversifikasi pangan. Sebab keterlibatan semua
pihak menentukan tingkat keberhasilan program ini. Namun, untuk merealisasikan
Gerakan Nasional Penganekaragaman Pangan memerlukan keberpihakan pemerintah
sebagai pembuat kebijakan pangan nasional. Dukungan kebijakan nasional terhadap
penganekaragaman pangan dapat menjadi dasar pelaksanaan program ini. Harapannya
ke depan ada cetak biru terkait cara dan pelaksanaan GNPP sehingga memberikan
gambaran luas target capaian program.
GNPP merupakan salah titik cerah membangkitkan kemurungan pangan nasional dari
gejolak harga, perubahan iklim, dan ketergantungan impor. Maka, GNPP perlu
mencakup tiga hal utama dalam penerapannya di lapangan. Pertama, gerakan
nasional penanaman penganekaragaman pangan merupakan langkah awal untuk memberikan
kesadaran akan penerapan diversifikasi usahatani. Jika kita bayangkan hal ini
merupakan bagian hulu dari rantai produksi tanaman pangan nasional. Artinya,
semua pihak yang terlibat memiliki tanggung jawab untuk menanam berbagai macam
tanaman pangan. Kedua, gerakan pengembangan dan peningkatan produksi pertanian
merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bibit, pupuk,
dan pembasmi hama berbasis produk dalam negeri. Ketiga, gerakan penyadaran
penganekaragaman pangan merupakan suatu bentuk sosialisasi dan penyadaran
pentingnya mengonsumsi berbagai produk pangan. Hal ini untuk memberikan
pemahaman dan penyadaran pentingnya melakukan variasi pola konsumsi pangan.
Ketiga program ini merupakan satu kesatuan pelaksanaan GNPP untuk menciptakan
kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
Penguatan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal merupakan langkah maju
dalam mengembangkan pertanian pangan di Indonesia. Sekaligus menjadi dasar
pijakan bangsa Indonesia kembali pada kebudayaannya. Dimana Indonesia dikenal
sebagai negara
agraria dengan berbagai macam keanekaragaman pangan. Keberhasilan dalam
penerapan program GNPP merupakan upaya penguatan terhadap ketahanan pangan dan
melestarikan kebudayaan Indonesia melalui pelestarian keanekaragaman pangan
Nusantara.