Pada bumi
yang pernah kaki berpijak, kala ku tengok kediamanmu
Di
tepian bengawan solo tepatnya
Membentang
tanah berbangun
Gedung
sederhana jua rumah kayu, sederhana
Tak seorangpun
dapat perlakuan beda,
Kala bertamu
sowan kesana
Berpijak
disana orang berbusana putih
Terpernjat
nuraniku, kala petuah hikmah terujar
Lantunan
syair kehidupan, menerpa bagai butir salju dari lazuardi
Putih
bening nan terasa sejuk
Bergerombol
membukit,memuncak mengkristal
Bagai mutiara
bercahya,
Salju
yang warnanya putih, selalu mencair kala diterpa panas
Putih,
lalu dinginnya terasa, mendinginkan akar nadi menembus dahan nurani
Kala
kupandang, mereka
Aku
selalu merindu akan terpanya
Aku
ingin memapah lara, kala kemarau tiba
Agar
ku tak lagi terpanggang, terbakar
Agar
tubuhku tak lagi gersang dan hangus
Agar malam
tak lagi kelam, bungkam
Ah
entah, mungkin aku menduga
Jadi sungguh
takaut, kini aku...
Mungkinkah
karna musim yang masih kemarau
Butir salju
itu kini jarang menerpa
Sungguh
ku ingin bermusim-musim singgah disana
Agarku
tersejukkan butir-butir salju sejukmu
Agarku
terpantuli kilauan cahya mutiaramu
Jadi lentera malam-malamku
Kolong
Langit Surabaya, 09:09. 29 Oktober 2013