Ilmu ibarat perangkat lunak (software) sebuah
computer. Berkat ilmu, manusia bisa mengenal dirinya, alam dan Tuhannya. Tanpa
ilmu, manusia akan buta dan primitif seprimitif binatang buas. Manusia yang
berbudaya dan berperadaban adalah manusia-mausia yang berilmu. Perbedaan
manusia zaman purba dan zaman modern terletak pada sisi ini.
Sebelum jauh membahas tentang pentingnya ilmu, saya mau
mengilustrasikan sebuah cerita menarik untuk anda di bawah ini:
Sebuah perusahaan percetakan yang sangat terkenal di
sebuah kota mengalami kelumpuhan. Hal ini disebabkan karena mesin yang
merupakan alat utama di percetakan itu mengalami kerusakan. Bisa di bayangkan
(dibayangkan atau dihitung ya???), berapa kerugian percetakan itu, yang sudah
seminggu tidak bisa beroperasi. Dalam sehari, percetakan itu mampu menghasilkan
keuntungan Rp 500.000.000,-, berarti dalam seminggu ini, perusahaan sudah
mengalami kerugian sebesar 3,5 milyar lebih. Belum lagi biaya produksi yang
mandek dan pesanan serta complain dari pelanggan.
Berbagai cara sudah ditempuh oleh
pemilik perusahaan percetakan itu. Seluruh teknisi dalam perusahaan percetakan
itu sudah dikerahkan untuk memperbaiki mesin, tetapi tidak juga berhasil.
Karena tak kunjung baik, pemilik percetakan terpaksa memanggil dan menyewa
teknisi dari luar, tapi itupun hasilnya nihil. Pemilik perusahaan sudah
kehabisan akal. Biaya perbaikan yang mahal yang harus ditanggung perusahaan,
tapi mesin belum juga bisa beroperasi.
Tibalah giliran teknisi yang tak punya
nama (tidak terkenal), dia baru menyelesaikan S1 disebuah perguruan tinggi
(yang itupun tidak terkenal) untuk memperbaiki mesin percetakan itu. Pemiliki
perusahaan dan orang-orang disitu tidak terlalu mempercayai kemampuan teknisi
ini. Tetapi karena tidak ada pilihan lain, sehingga diapun diizinkan melihat
kondisi mesin. Penampilannya yang memang tidak terlalu meyakinkan, membuat
orang-orang ragu akan kemampuannya (maklum dia mahasiswa teknik yang baru selesai).
Setelah melihat dan memeriksa keadaan mesin beberapa saat, dia lalu
mengeluarkan palu karet kecil, dari dalam tasnya. Di pukulnya
beberapa bagian mesin sebanyak tiga kali.
Lalu apa yang terjadi??? Ternyata pukulan tiga kali dengan palu karet itu
membuat mesin kembali menyala normal. Orang-orang disekitarnya merasa kagum
akan kemampuan teknisi ini.
Karena dia tenaga lepas, tidak ada
perjanjian upah sebelumnya. Pemilik perusahaan percetakan pun menanyakan
kepadanya berapa upah yang dia inginkan. Teknisi itu langsung saja menjawab “seratus juta empat ribu rupiah” Pemilik perusahaan percetakan kaget,
kok begitu mahal, terjadilah tawar-menawar diantara mereka, tapi tidak terjadi
kesepakatan. Untuk menyelesaikan masalah ini, mereka datang kepada orang bijak
yang ada disitu. Orang bijak ini menyarankan kepada teknisi kalkulasi ongkos
yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin tersebut itu.
Teknisi itu kemudian mengkalkulasi
ongkos perbaikan mesin tersebut:
1. Biaya transport Rp 1.000,-
2. Biaya memukul bagian mesin yang rusak @
Rp 1.000,- / satu kali pukulan x 3 pukulan = Rp 3.000,-
3. Biaya mengetahui yang mana mau di pukul Rp 100.000.000,-
4. Jumlah keseluruhan 100.004.000,-
(seratus juta empat ribu rupiah)
Dari penggalan cerita diatas, dapat dilihat
bahwa biaya mengetahui yang mana mau dipukul sebesar seratus juta rupiah
(mengetahui yang mana mau dipukul itulah ilmu). Ilmu memang mahal, dan kadang
tidak rasional dan berat diterima bagi orang-orang yang tidak berilmu. Seperti
pemilik perusahaan diatas, dia hanya melihat dari luarnya aja, bahwa
memperbaiki mesin itu cukup dipukul tiga kali, padahal ada teknik bagaimana cara memukul, yang mana harus
dipukul, dan lain-lain.
Masalah tersebut diatas sering juga dialami
oleh seorang psikolog (ditemani ngobrol 1 jam bayar Rp 100.000,-), atau seorang
dokter (periksa sana, periksa sini bayar Rp 100.000). sekilas memang tidak
terlalu repot dan tidak terlalu susah, siapapun seakan-akan bisa melakukannya.
Sadarkah kita bahwa proses ngobrol-ngobrol (psikolog) atau periksa sana periksa
sini (dokter) membutuhkan biaya besar dan proses waktu yang lama, tidak semua
orang bisa melakukannya
Hanya orang yang berilmu yang akan menghargai
ilmu itu sendiri. Ilmu memang mahal dan membutuhkan proses waktu yang lama
untuk mendapatkannya, dan terkadang harus mengorbankan segalanya untuk sebuah
ilmu.
Untuk menguji kepekaan anda akan pentingnya
ilmu, saya akan memberikan sebuah ilustrasi kasus di bawah ini:
Suatu hari anda tersesat di dalam
hutan. Sudah tiga hari anda jalan terus-menerus hingga bekal yang anda bawa pun
habis, anda sudah terancam kelaparan. Hingga anda tiba ditepi sungai, bertemu
dengan seorang pemancing. Karena dia lihat anda kelaparan, dia memberikan anda
dua pilihan (tidak boleh memilih dua-duanya):
a. Memberikan anda ikan sebagian hasil
tangkapannya…
b. Mengajari anda cara menangkap ikan…
Ingat perjalanan anda masih jauh,
menurut informasi dari orang itu, sekitar 4 hari pejalanan…
Pilihan mana yang anda pilih ( a atau
b). Awas salah
pilih, karena akan membuat anda mati kelaparan di tengah hutan.
Benar apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi
Thalib “Banyak harta akan
membuat kita tambah susah karena harus menjaganya, tetapi dengan banyak ilmu
akan mempermudah hidup kita, karena dia yang akan menjaga kita”…. Ilmu akan mudah dibawa kemana kita
pergi, dan akan setia menemani hingga ke kubur sekalipun.
Mari menuntut ilmu dan tetap menghargai orang-orang yang berilmu….